Pertahankan Status Eksportir Energi: Indonesia Wajib Pacu Kuat-kuat Industri Energi Hijau

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan pentingnya pengembangan industri energi hijau di Indonesia untuk mempertahankan posisi negara ini sebagai eksportir energi terkemuka.

Dalam acara Indonesia Solar Summit (ISS) 2024 di Jakarta, Rabu (21/8), Luhut menyatakan bahwa Indonesia harus segera beralih dari ekspor bahan bakar fosil ke energi terbarukan guna membangun industri energi yang berkelanjutan.

Data dari Bank Indonesia dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, ekspor bahan bakar fosil Indonesia mencapai angka yang signifikan.

Ekspor batu bara mencapai 518 juta ton dengan nilai 43 miliar dolar AS, sementara ekspor gas pipa dan LNG masing-masing mencapai 181 juta metrik British thermal unit (MMBTU) dan 474 juta MMBTU, dengan total nilai 8 miliar dolar AS. Namun, Luhut menegaskan bahwa ketergantungan pada bahan bakar fosil tidak bisa menjadi andalan dalam jangka panjang.

Indonesia memiliki potensi besar dalam eksportir energi dan pengembangan energi terbarukan, termasuk energi surya, angin, hidrogen, bioenergi, panas bumi, dan laut. Misalnya, potensi energi surya mencapai 3.286 gigawatt (GW), sementara angin mencapai 155 GW, hidrogen 95 GW, bioenergi 57 GW, panas bumi 24 GW, dan energi laut 20 GW.

Namun, hingga saat ini, produksi energi terbarukan di Indonesia baru mencapai sekitar 7 GW, yang menunjukkan masih besarnya ruang untuk pengembangan.

Sebagai bagian dari upaya memperluas pengembangan energi hijau dan pertahankan status eksportir energi, Indonesia telah menandatangani kerja sama dengan Singapura pada tahun 2023. Kerja sama ini mencakup pengembangan industri manufaktur energi terbarukan, seperti produksi panel surya dan sistem penyimpanan energi baterai (BESS).

Investasi yang berhasil diraih dari kerja sama ini mencapai puluhan miliar dolar AS, dengan rincian antara 30 hingga 50 miliar dolar AS dari perusahaan pengembang energi, 1,7 miliar dolar AS dari produsen panel surya, dan 1 miliar dolar AS dari produsen baterai dan inverter.

Luhut juga menekankan pentingnya membangun industri panel surya domestik untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan memastikan model ekspor energi hijau yang berkelanjutan.

Indonesia berencana mengekspor 2 GW energi surya ke Singapura, tetapi pada saat yang sama, Luhut mengingatkan pentingnya pengembangan industri dalam negeri untuk mendukung keberlanjutan ekspor energi hijau ini.

Demikian informasi seputar peran Indonesia sebagai eksportir energi. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Helfordriver.Org.