Belakangan terungkap adanya kasus vaksin palsu terjadi beberapa rumah sakit dan bidan-bidan. Hal tersebut masuk dalam kategori tindak kriminal yang sangat jahat. Ini karena anak akan menjadi korban. Para ibu yang membawa anaknya ke rumah sakit atau bidan untuk mendapatkan vaksin agar terhindar dari penyakit justru para oknum memanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Kasus mengenai vaksin palsu sudah ditindaklanjuti. Bahkan Kementerian Kesehatan telah membentuk satgas khusus untuk mengatasi kasus ini. Satgas tersebut terdiri dari Kementerian Kesehatan, BPOM, Bareskrim Polri, dan IDAI.
Kasus mengenai vaksin palsu tentu membuat kekhawatiran para ibu untuk kesehatan anaknya. Lalu bagaimana cara mendeteksi vaksin palsu?
Mendeteksi vaksin palsu
Agar tidak salah untuk kedepannya, ibu harus memperhatikan vaksin apa yang akan diberikan untuk anak. Vaksin dengan biaya mudah harus dicek kebenarannya. Setap barang yang palsu tentu memiliki celah perbedaan dengan yang asli.
Kepala Sales Domestik PT Bio Farma Drajat Alamsyah mengungkapkan bahwa vaksin palsu dapatan dilihat dari kualitas kemasannya yang kurang bagus. Kemudian kode produksi yang tertera dalam kemasan tercetak buram atau tidak jelas, serta perbedaan pada karet penahan.
Selain itu, seorang dokter, dr. Dirga menjelaskan bahwa tanda-tanda vaksin palsu adalah tanggal kadaluwarsa dan kode produksi pada kemasan yang berbeda dengan isi. Umumnya vaksin palsu terlihat lebih keruh. Berbeda dengan vaksin asli yang terlihat bening. Segel pada vaksin palsu juga cenderung tidak rapi atau rusak. Hal tersebut dapat dilihat secara visual.
Sementara jika dilakukan pengecekan laboratorium, vaksin palsu memilki kandungan dan kadar yang tidak sama dengan yang dimiliki vaksin asli.
Dampak vaksin palsu untuk kesehatan
Dokter spesialisasi bidang vaksinologi, Digra Sakti Rambe mengungkapkan bahwa dampak vaksin palsu dapat ditelaah dari dua segi, yakni kesmanan produk dan proteksi. Jika melihat dari segi keamanan produk maka Dirga merujuk kepada sejumlah tersangka yang dimuat di media massa bahwa vaksin palsu dibuat dengan cara mencampur cairan infus dengan vaksin asli. Campuran tersebut memang tidak berdampak fatal terhadap tubuh dalam jangka panjang. Namun kemungkinan infeksi akibat proses pembuatn vaksin palsu akan ada apabilan lingkungan yang tidak steril.
Pencampuran bahan tersebut dapat terjadi kontaminasi bakteri, virus, atau kuman. Sehingga dapat membuat anak yang disuntikkan mengalami infeksi lokal di bekas suntikan. Jika cairan tersebut terkontaminasi maka infeksi dapat meluas ke seluruh tubuh.
Dampak dari vaksin palsu selanjutnya dari segi proteksi. Seorang anak yang tidak memiliki proteksi atau perlindungan atas virus-virus tertentu akibat vaksin palsu yang disuntikkan padanya. Sebagai contoh adalah anak usia 2 bulan akan disuntik vaksin BCG. Seandainya vaksin yang disuntikan adalah palsu maka tubuh dari anak tersebut tentan terhadap kuman TBC.
Sebelumnya kasus vaksin palsu terjadi di beberapa rumah sakit di Indonesia. Kasus tersebut melibatkan 25 orang yang saat ini sudah dijadikan tersangka. Berkas tiga tersangka di antaranya Irnawati, Sutanto, dan Mirza telah lengkap dan sisanya masih menunggu. 25 orang tersangka tersebut memiliki peran berbeda-beda, ada yang menjadi produsen, distributor, dan sebagainya. Bahkan kasus ini melibatkan beberapa dokter.