Indonesia tengah berambisi menjadi produsen dominan baterai kendaraan listrik (EV) global, kini menghadapi tantangan besar dalam sektor investasi baterai EV. Pada tahun 2025, LG Energy Solution Ltd (LGES) mengumumkan hengkang dari proyek Titan yang bernilai hingga US$7,7 miliar.
Proyek itu bertujuan untuk mendukung industri baterai EV nasional. Keputusan LGES menambah panjang daftar investor yang mundur dari proyek pengembangan baterai EV di Indonesia.
Sejak Juni 2024, Indonesia juga kehilangan dua investor besar asal Eropa, BASF SE dan Eramet SA, dalam proyek smelter nikel Sonic Bay di Maluku Utara. Kepergian mereka meninggalkan kekosongan dalam ekosistem baterai EV, yang semula diharapkan dapat mendorong keberlanjutan energi hijau dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Meskipun beberapa investor utama mundur, pemerintah Indonesia tetap optimistis. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa proyek baterai EV tetap berjalan, meski dengan penyesuaian mitra investasi.
Investor baru asal China, Zhejiang Huayou Cobalt Co kini menggantikan posisi LGES dalam proyek Titan. Langkah ini diharapkan dapat memastikan kelanjutan pembangunan infrastruktur baterai EV di Indonesia.
Investasi baterai EV di Indonesia masih menghadapi sejumlah kendala, seperti ketidakpastian pasokan nikel, lahan, dan air yang dibutuhkan untuk proyek smelter. Namun, meskipun banyak investor yang mundur, sektor ini tetap menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam rangka transisi energi.
Pengembangan ekosistem EV yang melibatkan mitra seperti Foxconn dan Britishvolt, meski berjalan lambat, tetap dianggap sebagai kunci untuk memajukan industri kendaraan listrik di Indonesia.
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama dalam pasar baterai EV global, namun untuk mencapainya, stabilitas investasi dan kebijakan yang mendukung perlu terus diperkuat.
Demikian informasi seputar investasi baterai EV di Indonesia. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Helfordriver.Org.